Wikipedia

Hasil penelusuran

Sabtu, 22 Maret 2014

KOES PLUS


Sejarah Emas Koes Plus

“Tak ada bayangan bakal jadi orang top, Cuma mula-mula, ketika Ton remaja, kepengen punya gitar…” (Djon Koeswoyo)
Tony serius belajar musik, dia bisa bermain gitar, ukulele, piano, dan suling. Dia juga selalu mengikuti kegiatan yang ada musiknya. Kegiatan mahasiswa atau apapun, dia selalu ikuti. Yang jelas: ada musiknya. Tony kemudian mengajarkan adik-adiknya, Yon dan Yok, bermain musik. Nomo yang baru pulang berkelana, juga ikut-ikutan.
Tahun 1960, Koes Brothers terbentuk. Mereka latihan tiap hari. Peralatan musik dibeli dari Tuban, Jawa Timur; amplifier-nya memakai merek Robin dari Jakarta. Rumah mereka di jalan Melawai III, No. 14, Blok C , Kebayoran baru, Jakarta Selatan pun berubah ramai setiap sore karena orang-orang berkumpul mendengar hentakan musik. Hal ini dikeluhkan ayah mereka, Koeswoyo, dengan alasan musik itu tidak bisa bikin orang sejahtera, tapi tidak dipedulikan oleh Tony dan saudara-saudaranya yang lain. Mereka terus saja bermain musik.


Koes Brothers latihan dengan menyanyikan lagu-lagu barat yang sedang hits dari Everly Brothers, Harry Belafonte, Kalin Twin, dan lainnya. Menyanyikan lagu Indonesia dianggap memalukan. Mereka kemudian mengasah diri dengan mengamen di jalanan atau menjadi penghibur di acara ulang tahun dan sunatan. Bayaran tidak penting, yang jelas bisa belajar tampil di depan umum dan makan-minum gratis.
Koes Brothers tidak pernah berkompetisi di festival band. Mereka belum berani bersaing dengan band-band yang memiliki peralatan yang lebih baik. Salah satunya Teenager’s Voice yang memiliki vokalis tampan: Sophan Sophiaan.
Tahun 1962, muncul ide di benak Tony agar Koes Brothers masuk dapur rekaman. Syaratnya: Koes Brothers harus menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu sendiri. Tahun 1960-an memang banyak penyanyi yang terkenal tapi hanya dengan menyanyikan lagu orang lain, Koes Brothers ingin menantang kebiasaan itu.

Tony kemudian konsentrasi menciptakan lagu. Dalam waktu satu minggu, dia berhasil menciptakan dua lagu: Weni dan Terpesona. Djon merekamnya dengan alat perekamGrundig yang pitanya sebesar piring. Hasil rekaman dikirim bersama surat permohonan ke PT Irama, perusahaan rekaman terkenal saat itu.
Hasil rekaman diterima Jack lesmana dan Suyoso, bos PT Irama. Mereka kemudian tertarik dan memberi syarat, “Kalau you bisa menciptakan lagu dalam waktu dua minggu ini, saya akan memberikan kesempatan kepada you untuk rekaman.” Dua minggu kemudian, Koes Brothers datang dengan membawa lagu-lagu mereka.
Malam harinya, mereka langsung rekaman. Nama Koes Brothers diganti menjadi Koes Bersaudara. Personilnya: Djon (bass), Tony (melodi/piano), Yon (vokal), Yok (Rythim/vokal), Jan (gitar), Nomo dan Iskandar (drum). Nomo dibantu Iskandar karena belum terlalu mahir bermain drum. Jan dan Iskandar adalah tetangga mereka.
Rekaman beberapa kali harus diulang karena terganggu suara kereta api. Bahkan, setelah rekaman jadi, suara bass Djon didiskualifikasi. Suaranya kemudian diganti dengan suara bass mainan Yok melalui proses dubbing. Dalam satu hari, mereka hanya berhasil merekam satu lagu.
Tahun 1963, album rekaman pertama Koes Bersaudara keluar. Diisi 12 lagu, di antaranya: Weni, Terpesona, Bis Sekolah, Senja, dan Telaga Sunyi. Lagu-lagu mereka beredar luas ke telinga pendengar melalui Radio Republik Indonesia (RRI) dan radio Angkatan Udara.

Meski sudah memiliki rekaman, kesejahteraan Koes Bersaudara ‘tak berubah. Honor mereka amat kecil. Lagu-lagu mereka yang hits ‘tak memberikan pengaruh apa-apa. Mereka pun tetap ngamen sana-sini dan menghibur di acara kawinan dan sunatan. Djon, yang paling tua, memilih keluar dan memborong keluarganya ke Tuban, di sana dia bekerja menjadi nelayan. Jan, sang gitaris, memilih untuk melanjutkan sekolah desain interior di Akademi Seni Rupa Jogjakarta.
Tahun 1964, Pemerintah Soekarno mengeluarkan kebijakan untuk melarang perkembangan budaya barat. Salah satunya perkembangan musik rock n’roll, musik yang dalam bahasa Presiden Soekarno disebut ngak-ngik-ngokBudaya barat dianggap bisa merusak pemuda timur dan menghilangkan budaya nasional.
Kebijakan tersebut beberapa kali dilanggar oleh Koes Bersaudara. Mereka tetap saja manggung sana-sini meskipun beberapa kali dilarang. Akhirnya, pada Selasa, 19 Juni 1965, Toni, Yon, Yok, dan Nomo ditangkap oleh pemerintah setelah terlebih dahulu diinterogasi oleh Kejaksaan. Lagu-lagu mereka juga dilarang beredar. Para penggemar hanya bisa mendengar lagu-lagu mereka melalui radio Singapura dan Malaysia.
Pada 30 September 1965, Koes Bersaudara dibebaskan dari penjara. Meskipun bebas, mereka tetap dilarang manggung dan harus melalui wajib lapor. Peralatan musik mereka juga disita, sehingga mereka tidak bisa latihan dan manggung. Beberapa bulan Koes Bersaudara vakum.
Keajaiban datang pada 1966, Koes Bersaudara disimbolkan sebagai lambang kebebasan atas kesewenangan pemerintah orde lama. Mereka sesekali diundang untuk tampil di acara yang diadakan mahasiswa maupun organisasi. Bahkan pada Agustus 1966, Koes Bersaudara melakukan tur di Jawa dan Bali. Uang hasil tur tersebut kemudian dibelikan rumah seluas 500 meter persegi di jalan Sungai Pawan 21, Blok C, Kebayoran.
Pada 1967, Koes Bersaudara mengeluarkan dua album di piringan hitam: Jadikan Aku Dombamu dan To Tell So Called The Guilties, masing-masing berisi 12 lagu.
Pada 1969, Nomo memilih keluar dan bekerja menjadi pengusaha untuk biaya hidup setelah menikah. Sebagai pengganti Nomo, masuklah Murry. Koes Bersaudara pun berubah nama menjadi Koes Plus.

Koes Plus perlahan meraih kepopuleran dan menjadi raja di kalangan band. 1970-an menjadi era mereka. Lagu-lagu mereka hits di tangga lagu Indonesia, dinyanyikan semua umur, seperti Bujangan, Muda-Mudi, Kembali ke Jakarta, dan lainnya. Mereka juga menjadi bintang iklan beberapa produk: minuman ringan F&N, mobil Kijang, dan sampul buku tulis.
Seiring kepopuleran, kesejahteraan personil Koes Plus pun turut meningkat. Sekali manggung, mereka dibayar Rp 3 juta, hampir seharga satu mobil Corona kala itu: Rp 3,6 juta. Kalau manggung di daerah, honor mereka Rp 1 juta, empat kali harga motor Honda CB: Rp 240 ribu.
Nomo sempat bergabung kembali pada tahun 1984 dan menghasilkan satu album:Kembali, namun kemudian keluar lagi.
Pada 1987, Tonny meninggal dunia akibat komplikasi penyakit. Koes Plus kemudian mengalami kemunduran total. Berapa kali Koes Plus bongkar pasang personil: Abadi Soesman, Damon, Andolin, dan Jack Kasby adalah beberapa nama yang mengisi personil Koes Plus. ‘Tak lama kemudian, Yok juga memilih untuk beristirahat dan memperdalam agama.

Tahun 1992, Koes Plus dianugerahi BASF Legend Awards. Penghargaan yang menandakan eksistensi mereka sebagai legenda musik Indonesia. Selama berkarir, mereka telah menciptakan 953 lagu dalam 89 album: 203 lagu dalam 17 album pada saat bernama Koes bersaudara; 750 lagu dalam 72 album pada saat bernama Koes Plus. Yang patut dicatat: mereka menciptakan dan menyanyikan lagu sendiri dengan beragam genre musik: rock n’roll, pop, dangdut, keroncong, dan melayu.
“…saya bisa lebih rumah, mobil. Sekarang kecil, enggak karu-karuan…” (Yon Koeswoyo)

Sumber : http://hiburan.kompasiana.com/musik/2011/01/24/sejarah-emas-koes-plus-337128.html

STADION MAGUWOHARJO


STADION MAGUWOHARJO
Stadion Maguwoharjo adalah sebuah stadion sepak bola di Kabupaten SlemanDI Yogyakarta, yang juga merupakan markas klub sepak bola PSS Sleman. Stadion ini dibangun pada tahun 2005 dan mengalami pembenahan pada tahun 2007 akibat dari gempa bumi yang terjadi pada 27 Mei 2006. Stadion Maguwoharjo memiliki kapasitas 40.000 tempat duduk. Stadion ini memiliki tipe Stadion Sepakbola Modern dengan konsep “Mini San Siro” dengan ciri khas menara yang terletak di empat penjuru stadion dengan tangga berputarnya. Seperti halnya stadion-stadion modern lain di Eropa terutama di Inggris stadion ini tidak memiliki lintasan atletik sehingga penonton akan lebih nyaman dalam menyaksikan pertandingan.
Stadion yang kabarnya dibangun dengan biaya kurang lebih Rp 100 milyar. Hingga saat ini, Stadion Maguwoharjo sudah dilengkapi dengan fasilitas lampu stadion. Sebenarnya pemasangan lampu sudah direncanakan dan dana pun sudah disiapkan oleh pemerintah daerah. Namun, karena adanya bencana gunung merapi yang menimpa Kabupaten Sleman dan sekitarnya, dana yang sedianya digunakan untuk memasang lampu pada stadion dialihkan untuk dana tanggap bencana. Rencana tersebut akhirnya terlaksana pada awal Januari 2013, lampu stadion sudah dipasang disisi timur dan barat sebanyak masing-masing 72 buah. Pada tahun 2014 stadion ini di pakai oleh klub ISL yaitu Persiram Raja Ampat.

Fasilitas[sunting | sunting sumber]

Fasilitas yang tersedia antara lain:
  • Lapangan sepak bola tanpa lintasan atletik
  • Jenis Rumput : Zoysia Matrelia Linmer
  • Lampu : 1.200 luks (144 buah)
  • Kapasitas Tribun : 40.000 penonton
  • Papan Skor Elektronik (electronic scoreboard).
  • Fasilitas penunjang (toilet, kantin, ruang ganti pemain, ruang wasit, mushola dll.)


Selasa, 11 Maret 2014

PANEL LISTRIK

Panel Distribusi Listrik

Untuk mengalirkan energi listrik dari pusat atau gardu induk step down (GI Step down)  ke beban Listrik (konsumen) harus melewati panel daya dan panel distribusi listrik. Panel daya adalah tempat untuk menyalurkan dan mendistribusikan energi listrik dari gardu listrik step down ke panel-panel distribusinya. Sedangkan yang dimaksud panel distribusi listrik adalah tempat menyalurkan dan mendistribusikan energi listrik dari panel daya ke beban (konsumen) baik untuk instalasi tenaga maupun untuk instalasi penerangan. Perhatikan gambar diagram satu garis panel daya dan panel distribusi listrik dibawah ini.




Gambar 1. Diagram satu garis Panel Daya dan Panel distribusi listrik 
Panel daya maupun panel distribusi daya merupakan keharusan, hal tersebut akan memudahkan: 

a)         Pembagian energi listrik secara merata dan tepat 
b)         Pengamanan instalasi dan pemakaian listrik 
c)          Pemeriksaan, perbaikan atau pemeliharaan

Untuk itu didalam pembuatan panel harus diperhatikan hal-hal yang penting agar: 

a)         Mudah dilayani dan aman 
b)         Dipasang pada tempat yang mudah dicapai 
c)          Di depan panel ruangannya harus bebas 
d)         Panel tidak boleh di tempatkan pada tempat yang lembab

Perlu diketahui juga dalam pemasangan instalasi panel ditribusi listrik harus memperhatikan persyaratan sesuai dengan PUIL. 

a)         Semua penghantar/kabel harus disusun rapi 
b)         Semua komponen harus dipasang rapi 
c)          Semua bagian yang bertegangan harus terlindung 
d)         Semua komponen terpasang dengan kuat 
e)         Jika tejadi gangguan tidak akan meluas 
f)           Mudah diperluas/dikembangkan jika diperlukan 
g)         Mempunyai keandalan yang tinggi


Mengenai Konstruksi Panel Distribusi listrik akan dibahas dalam materi selanjutnya......

Terima kasih 


Sumber : http://hamadun.blogspot.com/2011/03/panel-distribusi-listrik.html

ABDURRAHMAN WAHID

Nama Lengkap : Abdurrahman Wahid
Alias : Gus Dur
Profesi : -
Agama : Islam
Tempat Lahir : Jombang
Tanggal Lahir : Minggu, 4 Agustus 1940
Zodiac : Leo
Warga Negara : Indonesia

Istri : Sinta Nuriyah
Anak : Alissa QotrunnadaZannuba Ariffah Chafsoh Rahman WahidAnita HayatunnufusInayah Wulandari
Ayah : K.H. Wahid Hasyim
Ibu : Ny. Hj. Sholehah
Saudara : Salahuddin Wahid

BIOGRAFI
Kyai Haji Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur pada tanggal 7 September 1940. Ia lahir dengan nama Abdurrahman Adakhil yang berarti sang penakluk. Karena kata “Adakhil” tidak cukup dikenal, maka diganti dengan nama “Wahid” yang kemudian lebih dikenal dengan Gus Dur. Gus adalah panggilan kehormatan khas Pesantren kepada seorang anak kiai yang berarti “abang atau mas”.

Gus Dur adalah anak pertama dari enam bersaudara. Ia lahir dari keluarga yang cukup terhormat. Kakek dari ayahnya, K.H. Hasyim Asyari, merupakan pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Sementara itu kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayahnya K.H. Wahid Hasyim merupakan sosok yang terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949, sedangkan ibunya Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denayar Jombang.

Gus Dur pernah menyatakan secara terbuka bahwa ia adalah keturunan TiongHoa dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan a Lok, yang merupakan saudara kandung dari Raden Patah (Tan Eng Hwa) yang merupakan pendiri kesultanan Demak. Tan a Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Puteri Campa yang merupakan Puteri Tiongkok yaitu selir Raden Brawijaya V. Berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis Louis Charles Damais, Tan Kim Han diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al Shini yang makamnya ditemukan di Trowulan.

Pada tahun 1944 Abdurrahman Wahid pindah dari kota asalnya Jombang menuju Jakarta, karena pada saat itu ayahnya terpilih menjadi ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia yang biasa disingkat “Masyumi”. Masyumi adalah sebuah organisasi dukungan dari tentara Jepang yang pada saat itu menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang mempertahankan kedaulatan Indonesia melawan Belanda. Ia kembali ke Jakarta pada akhir perang tahun 1949 karena ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama.

Gus Dur menempuh ilmu di Jakarta dengan masuk ke SD Kris sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Pada tahun 1952 ayahnya sudah tidak menjadi Menteri Agama tetapi beliau tetap tinggal di Jakarta. Pada tahun 1953 di bulan April ayah Gus Dur meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

Pada tahun 1954 pendidikannya berlanjut dengan masuk ke sekolah menengah pertama, yang pada saat itu ia tidak naik kelas. Lalu ibunya mengirimnya ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan.

Setelah lulus dari SMP pada tahun 1957, Gus Dur memulai pendidikan muslim di sebuah Pesantren yang bernama Pesantren Tegalrejo di Kota Magelang. Pada tahun 1959 ia pindah ke Pesantren Tambakberas di Kota Jombang. Sementara melanjutkan pendidikanya, ia juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai seorang guru yang nantinya sebagai kepala sekolah madrasah.  Bahkan ia juga bekerja sebagai jurnalis Majalah Horizon serta Majalah Budaya Jaya.

Pada tahun 1963, ia menerima beasiswa dari Kementrian Agama untuk melanjutkan pendidikan di  Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Ia pergi ke Mesir pada November tahun 1963. Universitas memberitahu Gus Dur untuk mengambil kelas remedial sebelum belajar bahasa Arab dan belajar islam. Meskipun mahir berbahasa Arab, ia tidak mampu memberikan bukti bahwa sesungguhnya ia mahir berbahasa Arab. Ia pun terpaksa harus mengambil kelas remedial.

Pada tahun 1964 Gus Dur sangat menikmati kehidupannya di Mesir.  Ia menikmati hidup dengan menonton film Eropa dan Amerika, dan juga menikmati menonton sepakbola. Gus Dur juga terlibat dengan Asosiasi  Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah dari asosiasi tersebut. Akhirnya ia berhasil lulus dari kelas remedialnya pada akhir tahun. Pada tahun 1965 ia memulai belajar ilmu Islam dan juga bahasa Arab. Namun Gus Dur kecewa dan menolak metode belajar dari universitas karena ia telah mempelajari ilmu yang diberikan.

Di Mesir, Gus Dur bekerja di Kedutaan Besar Indonesia. Namun pada saat ia bekerja peristiwa Gerakan 30 September (G 30 S) terjadi. Upaya pemberantasan komunis dilakukan di Jakarta dan yang menangani saat itu adalah Mayor Jendral Suharto. Sebagai bagian dari upaya tersebut.  Gus Dur diperintahkan untuk melakukan investigasi terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan kedudukan politik mereka. Ia menerima perintah yang ditugaskan menulis laporan.

Akhirnya ia mengalami kegagalan di Mesir. Hal ini terjadi karena Gus Dur tidak setuju akan metode pendidikan di universitas dan pekerjaannya setelah G 30 S sangat mengganggu dirinya. Pada tahun 1966 ia harus mengulang pendidikannya. Namun pendidikan pasca sarjana Gus Dur diselamatkan oleh beasiswa di Universitas Baghdad. Akhirnya ia pindah menuju Irak dan menikmati lingkungan barunya. Meskipun pada awalnya ia lalai, namun ia dengan cepat belajar. Gus Dur juga meneruskan keterlibatannya dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan sebagai penulis majalah Asosiasi tersebut.

Pada tahun 1970 ia menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad. Setelah itu, Gus Dur ke Belanda untuk meneruskan pendidikan. Ia ingin belajar di Universitas Leiden, namun ia kecewa karena pendidikan di Universitas Baghdad tidak diakui oleh universitas tersebut. Akhirnya ia pergi ke Jerman dan Perancis sebelum kembali lagi ke Indonesia pada tahun 1971.

Di Jakarta, Gus Dur berharap akan kembali ke luar negeri untuk belajar di Universitas McGill di Kanada. Ia pun bergabung ke Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Organisasi ini terdiri dari kaum intelektual  muslim progresif dan sosial demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang bernama Prima dan Gus Dur menjadi salah satu kontributor utama majalah tersebut. Beliau berkeliling pesantren di seluruh Jawa.

Pada saat itu pesantren berusaha keras untuk mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan mengadopsi kurikulum pemerintah. Karena nilai-nilai pesantren semakin luntur akibat perubahan ini, Gus Dur pun prihatin dengan kondisi tersebut. Ia juga prihatin akan kemiskinan yang melanda pesantren yang ia lihat. Melihat kondisi tersebut Gus Dur membatalkan belajar ke luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.

Akhirnya ia meneruskan kariernya sebagai seorang jurnalis pada Majalah Tempo dan Koran Kompas. Tulisannya dapat diterima dengan baik. Ia mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan itu ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan seminar sehingga membuatnya sering pulang dan pergi antara Jakarta dan Jombang.

Meskipun kariernya bisa meraih kesuksesan namun ia masih merasa sulit hidup karena hanya memiliki satu sumber pencaharian. Ia pun bekerja kembali dengan profesi berbeda untuk mendapatkan pendapatan tambahan dengan menjual  kacang dan mengantarkan es. Pada tahun 1974 ia menjabat sebagai Sekretaris Umum Pesantren Tebu Ireng hingga tahun 1980. Pada tahun 1980 ia menjabat sebagai seorang Katib Awwal PBNU hingga pada tahun 1984. Pada tahun 1984 ia naik pangkat sebagai Ketua Dewan Tanfidz PBNU. Tahun 1987 Gus Dur menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia. Pada tahun 1989 kariernya pun meningkat dengan menjadi seorang anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI. Dan hingga akhirnya pada tahun 1999 sampai 2001 ia menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.

Sebagai seorang Presiden RI, Gus Dur memiliki pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam menyikapi suatu permasalahan bangsa. Ia melakukan pendekatan yang lebih simpatik kepada kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mengayomi etnis Tionghoa , meminta maaf kepada keluarga PKI yang mati dan disiksa, dan lain-lain. Selain itu, Gus Dur juga dikenal sering melontarkan pernyataan-pernyataan kontroversial, yang salah satunya adalah mengatakan bahwa anggota MPR RI seperti anak TK.

Hanya sekitar 20 bulan Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI. Musuh-musuh politiknya memanfaatkan benar kasus Bulloggate dan Bruneigate untuk menggoyang kepemimpinannya. Belum lagi hubungan yang tidak harmonis dengan TNI, Partai Golkar, dan elite politik lainnya. Gus Dur sendiri sempat mengeluarkan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli 2001, MPR secara resmi memberhentikan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri.

Sebelumnya, pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa.

Setelah berhenti menjabat sebagai presiden, Gus Dur tidak berhenti untuk melanjutkan karier dan perjuangannya. Pada tahun 2002 ia menjabat sebagai penasihat Solidaritas Korban Pelanggaran HAM. Dan pada tahun 2003, Gus Dur menjabat sebagai Penasihat pada Gerakan Moral Rekonsiliasi Nasional.

Tahun 2004, Gus Dur kembali berupaya untuk menjadi Presiden RI. Namun keinginan ini kandas karena ia tidak lolos pemeriksaan kesehatan oleh Komisi Pemilihan Umum.

Pada Agustus 2005 Gus Dur menjadi salah satu pimpinan koalisi politik yang bernama Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu. Bersama dengan Tri Sutrisno, Wiranto, Akbar Tanjung dan Megawati, koalisi ini mengkritik kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Pada tahun 2009 Gus Dur menderita beberapa penyakit. Bahkan sejak ia menjabat sebagai presiden, ia menderita gangguan penglihatan sehingga surat dan buku seringkali dibacakan atau jika saat menulis seringkali juga dituliskan. Ia mendapatkan serangan stroke, diabetes, dan gangguan ginjal. Akhirnya Gus Dur pun pergi menghadap sang khalik (meninggal dunia) pada hari Rabu 30 Desember 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada pukul 18.45 WIB.

Riset dan Analisa oleh Siwi P. Rahayu
PENDIDIKAN
·         1957-1959 Pesantren Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah
·         1959-1963 Pesantren Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur
·         1964-1966 Al Azhar University, Cairo, Mesir, Fakultas Syari'ah (Kulliyah al-Syari'ah)
·         1966-1970 Universitas Baghdad, Irak, Fakultas Adab Jurusan Sastra Arab
KARIR
·         1972-1974 Fakultas Ushuludin Universitas Hasyim Ashari, Jombang, sebagai Dekan dan Dosen
·         1974-1980 Sekretaris Umum Pesantren Tebu Ireng
·         1980-1984 Katib Awwal PBNU
·         1984-2000 Ketua Dewan Tanfidz PBNU
·         1987-1992 Ketua Majelis Ulama Indonesia
·         1989-1993 Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI
·         1998 Partai Kebangkitan Bangsa, Indonesia, Ketua Dewan Syura DPP PKB
·         1999-2001 Presiden Republik Indonesia
·         2000 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Mustasyar
·         2002 Rektor Universitas Darul Ulum, Jombang, Jawa Timur, Indonesia
·         2004 Pendiri The WAHID Institute, Indonesia
PENGHARGAAN
·         2010 Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards 2010
·         2010 Bapak Ombudsman Indonesia oleh Ombudsman RI
·         2010 Tokoh Pendidikan oleh Ikatan Pelajar Nadhlatul Ulama (IPNU)
·         2010 Mahendradatta Award 2010 oleh Universitas Mahendradatta, Denpasar, Bali
·         2010 Ketua Dewan Syuro Akbar PKB oleh PKB Yenny Wahid
·         2010 Bintang Mahaguru oleh DPP PKB Muhaimin Iskandar
·         2008 Penghargaan sebagai tokoh pluralisme oleh Simon Wiesenthal Center
·         2006 Tasrif Award oleh Aliansi Jurnanlis Independen (AJI)
·         2004 Didaulat sebagai “Bapak Tionghoa” oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang
·         2004 Anugrah Mpu Peradah, DPP Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia, Jakarta, Indonesia
·         2004 The Culture of Peace Distinguished Award 2003, International Culture of Peace Project Religions for Peace, Trento, Italia
·         2003 Global Tolerance Award, Friends of the United Nations, New York, Amerika Serikat
·         2003 World Peace Prize Award, World Peace Prize Awarding Council (WPPAC), Seoul, Korea Selatan
·         2003 Dare to Fail Award , Billi PS Lim, penulis buku paling laris "Dare to Fail", Kuala Lumpur, Malaysia
·         2002Pin Emas NU, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jakarta, Indonesia.
·         2002 Gelar Kanjeng Pangeran Aryo (KPA), Sampeyan dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono XII, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
·         2001 Public Service Award, Universitas Columbia , New York , Amerika Serikat
·         2000 Ambassador of Peace, International and Interreligious Federation for World peace (IIFWP), New York, Amerika Serikat
·         2000 Paul Harris Fellow, The Rotary Foundation of Rotary International
·         1998 Man of The Year, Majalah REM, Indonesia
·         1993 Magsaysay Award, Manila , Filipina
·         1991 Islamic Missionary Award , Pemerintah Mesir
·         1990 Tokoh 1990, Majalah Editor, Indonesia
·         Doktor Kehormatan:
·         Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand (2000)
·         Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000
·         Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Perancis (2000)
·         Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand (2000)
·         Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda (2000)
·         Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000)
·         Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002)
·         Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel (2003)
·         Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk, Seoul, Korea Selatan (2003)
·         Doktor Kehormatan dari Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan (2003)

Sumber : http://profil.merdeka.com/

Sejarah PSS SLEMAN

PSS SLEMAN




Perserikatan Sepakbola Sleman (PSS) merupakan sebuah tim sepakbola yang berbasis di Kabupaten SlemanDaerah Istimewa YogyakartaIndonesia. Tim yang didirikan pada 20 Mei 1976 ini merupakan salah satu tim sepakbola yang disegani di Indonesia dan memiliki julukan sebagai tim Super Elang Jawa atau Super Elja. Tim ini juga sering disebut dengan julukan Laskar Sembada. Mereka bermain di divisi teratas dalam sebuah kompetisi sepakbola Indonesia, Liga Indonesia. Prestasi tertingginya dalam kompetisi Liga Indonesia adalah dua tahun berturut-turut menempati empat besar pada Divisi Utama Liga Indonesia 2003 dan Divisi Utama Liga Indonesia 2004 . PSS memiliki suporter yang menamakan dirinya Slemania. Stadion utama mereka adalah Stadion Maguwoharjo, dan menggunakan Stadion Tridadi sebagai stadion kedua.

Perserikatan Sepakbola Sleman (PSS) lahir pada Kamis Kliwon tanggal 20 Mei 1976 semasa periode kepemimpinan Bupati Drs. KRT. Suyoto Projosuyoto. Lima tokoh yang membidani kelahiran PSS adalah Suryo Saryono, Sugiarto SY, Subardi, Sudarsono KH, dan Hartadi. Lahirnya PSS dilatarbelakangi bahwa pada waktu itu di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) baru ada 2 perserikatan yaitu PSIM Yogyakarta dan Persiba Bantul. Meskipun klub-klub sepakbola di Kabupaten Sleman telah ada dan tumbuh, tetapi belum terorganisasi dengan baik karena di Kabupaten Sleman 
belum ada perserikatan. Hal ini berdampak terhadap kelancaran klub-klub sepak bola di Kabupaten Sleman dalam mengadakan kompetisi sehingga banyak pemain Sleman yang bergabung ke klub-klub sepak bola di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.

Keinginan masyarakat yang kuat di Kabupaten Sleman 
untuk memilki perserikatan klub sepak bola akhirnya mulai terwujud dengan adanya informasi yang disampaikan oleh Komda PSSI DIY pada waktu itu (Prof. Dr. Sardjono) yang menyatakan bahwa syarat untuk membentuk perserikatan sepak bola minimal harus ada lima klub. Di Kabupaten Sleman pada waktu itu sudah ada lima klub yaitu PS Mlati, AMS Seyegan, PSK Kalasan, Godean Putra dan PSKSSleman. Akhirnya, tepat pada tanggal 20 Mei 1976, PSS dibentuk dengan Ketua Umum Gafar Anwar (Seorang Polisi). Setelah Gafar Anwar meninggal, posisi Ketua Umum PSS digantikan Oleh Drs. Suyadi sampai dengan 1983. Periode 1983-1985, PSS dipimpin oleh Drs. R. Subardi Pd (Drs. KRT. Sosro Hadiningrat). Periode 1986-1989, PSS dipimpin oleh Letkol Infanteri Suhartono. Karena ada perubahan masa bakti/periodisasi dalam memimpin klub perserikatan yang dilakukan oleh PSSI menjadi empat tahunan maka di tengah perjalanan periode Letkol Infanteri Suhartono tepatnya tahun 1987, Letkol Infanteri Suhartono masih dipilih lagi sebagai Ketua Umum PSS untuk masa jabatan 1987-1991. Kemudian pada periode 1991-1995, PSS dipimpin oleh H. RM. Tirun Marwito, S.H.

Mulai periode 1996
-2000, PSS dipimpin langsung oleh bupati, pada waktu itu Drs. H. Arifin Ilyas. Selanjutnya tahun 2000-2004, PSS dipimpin oleh Bupati Drs. H. Ibnu Subiyanto, Akt. Jabatan Drs. H. Ibnu Subiyanto, Akt dalam memimpin PSS yang berarkhir pada tahun 2004 diperpanjang mulai 2005, banyak nama yang membesarkan PSS, di antaranya Sudarsono KH, H. Sukidi Cakrasuwignyo, Suparlan, H. Subardi, S.H., Hendricus Mulyono, Drs. H. Arifin Ilyas, Drs. H. Ibnu Subiyanto, Akt.

PSS beraksi pertama kalinya dalam sebuah turnamen yang digelar di Stadion Kridosono, Yogyakarta. Turnamen yang digunakan sebagai ajang seleksi tim Pra PON DIY ini merupakan debut resmi PSS. Tiga tahun setelah PSS dibentuk, PSS mulai mengikuti kompetisi Divisi II PSSI pada tahun 1979. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang pada waktu itu memiliki 5 (lima) perserikatan langsung masuk divisi IIA bersama dengan perserikatan-perserikatan diProvinsi Jawa Tengah (menjadi satu rayon) sehingga perserikatan manapun yang lolos di DIY harus bergabung dulu dengan Provinsi Jawa Tengah. Pada waktu itu, PSS selalu mengikuti kompetisi Divisi II PSSI tahun 1979-1996 sampai kemudian PSS promosi ke kompetisi Divisi Satu Liga Indonesia pada kompetisi 1995/1996 dengan pelatih Suwarno. Selama berada di Divisi II PSS tidak pernah mendapatkan sumber pendanaan dari Pemerintah Kabupaten Sleman. Sumber pendanaan PSS pada waktu itu berasal dari kontribusi pribadi masyarakat Sleman yang gila bola. PSS promosi ke Divisi Satu Liga Indonesia setelah lolos melalui prtandingan play off di Stadion Tridadi pada tanggal 4-9 Juli 1996. Kemudian PSS mengikuti kompetisi Divisi Satu Liga Indonesia selama empat tahun mulai musim kompetisi 1996/1997 sampai musim kompetisi 1999/2000.

PSS memulai perjuangan dalam kompetisi Divisi II PSSI pada tahun 1979 dengan lawan tim-tim sepak bola yaitu Persiba Bantul, Persig Gunung Kidul, dan Persikup Kulon Progo untuk tim yang berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam babak penyisihan tersebut PSS menjadi juara. Setelah lolos babak penyisihan PSS bersama tim-tim perserikatan sepak bola dari Provinsi Jawa Tengah yang lolos babak penyisihan seperti PSIR Rembang, Persijap Jepara, dan Persibat Batang melakukan kompetisi dengan hasil PSS selalu gagal maju ke babak ketiga atau babak tingkat nasional.

Tahun 1996, PSS meraih juara kompetisi Divisi Dua Liga Indonesia untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah bertanding dengan tim-tim dari yang lolos penyisihan dari Provinsi Jawa Tengah, PSS berhasil lolos babak ketiga dan berhasil promosi ke Divisi Satu Liga Indonesia pada kompetisi tahun 1995/1996 setelah lolos pada pertandingan play off melawan Persiss Sorong, Aceh Putera danPersipal Palu.

Tahun 2000 adalah tahun berakhirnya masa jabatan Bupati Drs. H. Arifin Ilyas dan sebagai bupati ingin meninggalkan kesan yang terbaik, sehingga termotivasi kuat untuk mengantarkan PSS masukDivisi Utama Liga Indonesia. Akhirnya, pada kompetisi tahun 1999/2000, dalam situasi krisis moneter PSS berhasil promosi ke Divisi Utama Liga Indonesia setelah PSS bersama-sama denganPersitaPersikabo dan Persijap melakukan pertandingan empat besar di Stadion Tangerang dan PSS menjadi Juara II Kompetisi Divisi Satu Liga Indonesia. Pertandingan empat besar tersebut berlangsung pada 26-30 Mei 2000. Dan sebagai Manager PSS adalah H. Sukidi Cakrasuwignyo dengan pelatih Drs. Bambang Nurdjoko dan Drs. Herwin Sjahrudin.

PERSERIKATAN


§  1979 Divisi II DIY
§  1980 Divisi II DIY Peringkat ke-2
§  1983 Divisi II DIY Peringkat ke-1
§  1985 Divisi II DIY Peringkat ke-1
§  1986 Divisi II DIY Peringkat ke-1
§  1986/1987 Divisi II DIY Peringkat ke-1
§  1987/1988 Divisi II DIY Peringkat ke-1
§  1989/1990 Divisi II DIY Peringkat ke-1
§  1990/1991 Divisi IIA Jateng DIY Peringkat ke-6
§  1991/1992 Divisi II DIY Peringkat ke-1
§  1993/1994 Delapan Besar Divisi II Nasional (Juara Divisi II DIY)

LIGA INDONESIA
§  1994/1995 16 Besar Divisi Dua Liga Indonesia Nasional
§  1995/1996 Promosi ke Divisi Satu Liga Indonesia (Playoff Empat Kecil)
§  1996/1997 10 besar Divisi Satu Liga Indonesia (Peringkat ke-3 Grup A)
§  1997/1998 Divisi Satu Liga Indonesia - Kompetisi dihentikan
§  1998/1999 Divisi Satu Liga Indonesia Peringkat ke-4 Grup II
§  1999/2000 Divisi Satu Liga Indonesia Peringkat ke-2 (Promosi)
§  2001 Divisi Utama Peringkat ke-10 Grup Timur
§  2002 Divisi Utama Peringkat ke-7 Grup Timur
§  2003 Divisi Utama Peringkat ke-4
§  2004 Divisi Utama Peringkat ke-4
§  2005 Divisi Utama Peringkat ke-7 Wilayah I
§  2006 Divisi Utama - PSS tidak melanjutkan kompetisi karena adanya bencana gempa bumi di Yogyakarta dan sekitarnya
§  2007 Divisi Utama Peringkat ke-12 Wilayah Barat
§  2008/2009 Divisi Utama Peringkat ke-8 Wilayah Timur
§  2009/2010 Divisi Utama Peringkat ke-10 Grup 3
§  2010/2011 Divisi Utama Peringkat ke-10 Grup 3


Pelatih


§  1995/1996 - Suwarno (Pelatih Kepala)
§  1999/2000 - Drs. Bambang Nurdjoko, Drs. Herwin Sjahrudin
§  2001 - Suharno (Pelatih Kepala), Drs. Bambang Nurdjoko (Asisten Pelatih), Drs. Herwin Sjahrudin (Pelatih Fisik)
§  2002 - Suharno (Pelatih Kepala), Drs. Bambang Nurdjoko (Asisten Pelatih)
§  2003 - Yudi Suryata (Pelatih Kepala), Maman Durachman (Asisten Pelatih), Lafran Pribadi
§  2004 - Daniel Roekito (Pelatih Kepala), Haryadi (Asisten Pelatih), Haryanto (Pelatih Kiper), Herwin Syahrudin (Pelatih Fisik)
§  2005 - Daniel Roekito (Pelatih Kepala), Haryadi (Asisten Pelatih), Sugiyanto (Pelatih Kiper), Herwin Syahrudin (Pelatih Fisik)
§  2006 - Mundari Karya (Pelatih Kepala)
§  2006 - Mundari Karya digantikan Herry Kiswanto (Pelatih Kepala), Haryadi (Asisten Pelatih), Yoce Ocoh (Asisten Pelatih), Lafran Pribadi
§  2007 - Horacio Albertus Montes (Pelatih Kepala), Yoce Oroh (Asisten Pelatih), Lafran Pribadi, Alexander Prastowo, R. Darius Subagyo
§  2007 - Horacio Albertus Montes diganti oleh Rudy William Keltjes (Pelatih Kepala), Lafran Pribadi (Asisten Pelatih), Alan Haviluddin (Pelatih Kiper).
§  2008 - Iwan Setiawan (Pelatih Kepala)
§  2008 - Iwan Setiawan digantikan Yudi Suryata (Pelatih Kepala), Maman Durachman (Asisten Pelatih), Lafran Pribadi (Asisten Pelatih), Djoko Pekik Irianto (Pelatih Fisik), M. Susanto (Pelatih kiper)
§  2008-2009 - Yudi Suryata digantikan Maman Durachman (Pelatih Kepala), Lafran Pribadi (Asisten Pelatih), Djoko Pekik Irianto (Pelatih Fisik), M. Susanto (Pelatih kiper)
§  2009-2010 - Yance Efraim Matmey, Singh Bettay (Asisten Pelatih)
§  2010 - Yance Matmey digantikan Singh Bettay (Pelatih Kepala)
§  2010 - Inyong Lolombulan (Pelatih Kepala)
§  2010-2011 - Inyong Lolombulan digantikan M. Basri (Pelatih Kepala), Ikhsan Mustahid (Asisten Pelatih), Priyadi (Pelatih Kiper)
§  2011-2012 - Widiyantoro, Ikhsan Mustahid (Asisten Pelatih). 


Sumber : http://psssleman1976.blogspot.com/